Kamis, 01 April 2010

MEMUPUK RASA PERCAYA DIRI

Memupuk Rasa Percaya Diri
yahoo group forum lingkar_pena
Oleh Jacinta F. Rini dari Team e-
psikologi
Pernahkah anda mengalami krisis
kepercayaan diri atau dalam
bahasa
sehari-hari "tidak pede" dalam
menghadapi suatu situasi atau
persoalan? Saya
yakin hampir setiap orang pernah
mengalami krisis kepercayaan diri
dalam
rentang kehidupannya, sejak
masih anak-anak hingga dewasa
bahkan sampai usia
lanjut. Ruang konseling di website
inipun banyak diwarnai dengan
pertanyaan
seputar kasus-kasus yang
berhubungan dengan krisis
kepercayaan diri
tersebut. Sudah tentu, hilangnya
rasa percaya diri menjadi sesuatu
yang amat
mengganggu, terlebih ketika
dihadapkan pada tantangan atau
pun situasi baru.
Individu sering berkata pada diri
sendiri, �dulu saya tidak
penakut
seperti ini....kenapa sekarang jadi
begini ?� ada juga yang
berkata:
"kok saya tidak seperti dia,...yang
selalu percaya diri...rasanya selalu
saja ada yang kurang dari diri
saya...saya malu menjadi diri saya!

Menyikapi kondisi seperti
tersebut diatas maka akan
muncul pertanyaan dalam
benak kita: mengapa rasa
percaya diri begitu penting dalam
kehidupan
individu. Lalu apakah kurangnya
rasa percaya diri dapat diperbaiki
sehingga
tidak menghambat
perkembangan individu dalam
menjalankan tugas sehari-hari
maupun dalam
hubungan interpersonal. Jika
memang rasa kurang percaya diri
dapat
diperbaiki, langkah-langkah
apakah yang harus dilakukan?
Pertanyaan-pertanyaan inilah
yang akan saya jawab dalam
artikel ini.
Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah sikap
positif seorang individu yang
memampukan
dirinya untuk mengembangkan
penilaian positif baik terhadap diri
sendiri
maupun terhadap lingkungan/
situasi yang dihadapinya. Hal ini
bukan berarti
bahwa individu tersebut mampu
dan kompeten melakukan segala
sesuatu seorang
diri, alias �sakti�. Rasa
percaya diri yang tinggi
sebenarnya hanya
merujuk pada adanya beberapa
aspek dari kehidupan individu
tersebut dimana
ia merasa memiliki kompetensi,
yakin, mampu dan percaya bahwa
dia bisa �
karena didukung oleh
pengalaman, potensi aktual,
prestasi serta harapan yang
realistik terhadap diri sendiri.
Karakteristik
Karakteristik atau ciri-ciri Individu
yang percaya diri Beberapa ciri
atau
karakteristik individu yang
mempunyai rasa percaya diri
yang proporsional,
diantaranya adalah :
Percaya akan kompetensi/
kemampuan diri, hingga tidak
membutuhkan pujian,
pengakuan, penerimaan, atau pun
rasa hormat orang lain,
Tidak terdorong untuk
menunjukkan sikap konformis
demi diterima oleh orang
lain atau kelompok
Berani menerima dan menghadapi
penolakan orang lain � berani
menjadi diri
sendiri
Punya pengendalian diri yang baik
(tidak moody dan emosinya stabil)
Memiliki internal locus of control
(memandang keberhasilan atau
kegagalan,
tergantung dari usaha diri sendiri
dan tidak mudah menyerah pada
nasib atau
keadaan serta tidak tergantung/
mengharapkan bantuan orang
lain)
Mempunyai cara pandang yang
positif terhadap diri sendiri,
ornag lain dan
situasi di luar dirinya
Memiliki harapan yang realistik
terhadap diri sendiri, sehingga
ketika
harapan itu tidak terwujud, ia
tetap mampu melihat sisi positif
dirinya dan
situasi yang terjadi.
Karakteristik atau ciri-ciri Individu
yang kurang percaya diri
Beberapa ciri atau karakteristik
individu yang kurang percaya diri,
diantaranya adalah:
Berusaha menunjukkan sikap
konformis, semata-mata demi
mendapatkan pengakuan
dan penerimaan kelompok
Menyimpan rasa takut/
kekhawatiran terhadap
penolakan
Sulit menerima realita diri
(terlebih menerima kekurangan
dir) dan memandang
rendah kemampuan diri sendiri
� namun di lain pihak
memasang harapan yang
tidak realistik terhadap diri
sendiri
Pesimis, mudah menilai segala
sesuatu dari sisi negatif
Takut gagal, sehingga
menghindari segala resiko dan
tidak berani memasang
target untuk berhasil
Cenderung menolak pujian yang
ditujukan secara tulus (karena
undervalue diri
sendiri)
Selalu menempatkan/
memposisikan diri sebagai yang
terakhir, karena menilai
dirinya tidak mampu
Mempunyai external locus of
control (mudah menyerah pada
nasib,
sangattergantung pada keadaan
dan pengakuan/penerimaan serta
bantuan orang
lain)
Perkembangan Rasa Percaya Diri
Pola Asuh
Para ahli berkeyakinan bahwa
kepercayaan diri bukanlah
diperoleh secara
instant, melainkan melalui proses
yang berlangsung sejak usia dini,
dalam
kehidupan bersama orangtua.
Meskipun banyak faktor yang
mempengaruhi
kepercayaan diri seseorang,
namun faktor pola asuh dan
interaksi di usia
dini, merupakan faktor yang
amat mendasar bagi
pembentukan rasa percaya
diri.Sikap orangtua, akan diterima
oleh anak sesuai dengan
persepsinya pada
saat itu. orangtua yang
menunjukkan kasih, perhatian,
penerimaan, cinta dan
kasih sayang serta kelekatan
emosional yang tulus dengan
anak, akan
membangkitkan rasa percara diri
pada anak tersebut. Anak akan
merasa bahwa
dirinya berharga dan bernilai di
mata orangtuanya. Dan, meskipun
ia
melakukan kesalahan, dari sikap
orangtua anak melihat bahwa
dirinya tetaplah
dihargai dan dikasihi. Anak dicintai
dan dihargai bukan tergantung
pada
prestasi atau perbuatan baiknya,
namun karena eksisitensinya. Di
kemudian
hari anak tersebut akan tumbuh
menjadi individu yang mampu
menilai positif
dirinya dan mempunyai harapan
yang realistik terhadap diri �
seperti
orangtuanya meletakkan harapan
realistik terhadap dirinya.
Lain halnya dengan orangtua
yang kurang memberikan
perhatian pada anak, atau
suka mengkritik, sering memarahi
anak namun kalau anak berbuat
baik tidak
pernah dipuji, tidak pernah puas
dengan hasil yang dicapai oleh
anak, atau
pun seolah menunjukkan
ketidakpercayaan mereka pada
kemampuan dan
kemandirian anak dengan sikap
overprotective yang makin
meningkatkan
ketergantungan. Tindakan
overprotective orangtua,
menghambat perkembangan
kepercayaan diri pada anak
karena anak tidak belajar
mengatasi problem dan
tantangannya sendiri � segala
sesuatu disediakan dan dibantu
orangtua.
Anak akan merasa, bahwa dirinya
buruk, lemah, tidak dicintai, tidak
dibutuhkan, selalu gagal, tidak
pernah menyenangkan dan
membahagiakan
orangtua. Anak akan merasa
rendah diri di mata saudara
kandungnya yang lain
atau di hadapan teman-
temannya.
Menurut para psikolog, orangtua
dan masyarakat seringkali
meletakkan standar
dan harapan yang kurang
realistik terhadap seorang anak
atau pun individu.
Sikap suka membanding-
bandingkan anak,
mempergunjingkan kelemahan
anak, atau
pun membicarakan kelebihan anak
lain di depan anak sendiri, tanpa
sadar
menjatuhkan harga diri anak-
anak tersebut. Selain itu, tanpa
sadar
masyarakat sering menciptakan
trend yang dijadikan standar
patokan sebuah
prestasi atau pun penerimaan
sosial. Contoh kasus yang riil
pernah terjadi
di tanah air, ketika seorang anak
bunuh diri gara-gara dirinya tidak
diterima masuk di
jurusan A1 (IPA), meski dia sudah
bersekolah di tempat yang elit;
rupanya
sang orangtua mengharap
anaknya diterima di A1 atau
paling tidak A2, agar
kelak bisa menjadi dokter. Atau,
orangtua yang memaksakan
anaknya ikut les
ini dan itu, hanya karena anak-
anak lainnya pun demikian.
Situasi ini pada akhirnya
mendorong anak tumbuh menjadi
individu yang tidak
bisa menerima kenyataan dirinya,
karena di masa lalu (bahkan
hingga kini),
setiap orang mengharapkan
dirinya menjadi seseorang yang
bukan dirinya
sendiri. Dengan kata lain,
memenuhi harapan sosial.
Akhirnya, anak tumbuh
menjadi individu yang punya pola
pikir : bahwa untuk bisa diterima,
dihargai,
dicintai, dan diakui, harus
menyenangkan orang lain dan
mengikuti keinginan
mereka. Pada saat individu
tersebut ditantang untuk menjadi
diri sendiri �
mereka tidak punya keberanian
untuk melakukannya. Rasa
percaya dirinya
begitu lemah, sementara
ketakutannya terlalu besar.
Pola Pikir Negatif
Dalam hidup bermasyarakat,
setiap individu mengalami
berbagai masalah,
kejadian, bertemu orang-orang
baru, dsb. Reaksi individu
terhadap seseorang
atau pun sebuah peristiwa, amat
dipengaruhi oleh cara berpikirnya.
Individu
dengan rasa percaya diri yang
lemah, cenderung mempersepsi
segala sesuatu
dari sisi negatif. Ia tidak
menyadari bahwa dari dalam
dirinya lah semua
negativisme itu berasal. Pola pikir
individu yang kurang percaya diri,
bercirikan antara lain:
Menekankan keharusan-
keharusan pada diri sendiri
(�saya harus bisa
begini...saya harus bisa begitu�)
. Ketika gagal, individu tersebut
merasa
seluruh hidup dan masa depannya
hancur.
Cara berpikir totalitas dan
dualisme : �kalau saya sampai
gagal, berarti
saya memang jelek�
Pesimistik yang futuristik : satu
saja kegagalan kecil, individu
tersebut
sudah merasa tidak akan berhasil
meraih cita-citanya di masa
depan.
Misalnya, mendapat nilai C pada
salah satu mata kuliah, langsung
berpikir
dirinya tidak akan lulus sarjana.
Tidak kritis dan selektif terhadap
self-criticism : suka mengkritik diri
sendiri dan percaya bahwa
dirinya memang pantas dikritik.
Labeling : mudah menyalahkan diri
sendiri dan memberikan sebutan-
sebutan
negatif, seperti �saya memang
bodoh�...�saya ditakdirkan
untuk jadi
orang susah�, dsb....
Sulit menerima pujian atau pun
hal-hal positif dari orang lain :
ketika
orang memuji secara tulus,
individu langsung merasa tidak
enak dan menolak
mentah-mentah pujiannya. Ketika
diberi kesempatan dan
kepercayaan untuk
menerima tugas atau peran yang
penting, individu tersebut
langsung menolak
dengan alasan tidak pantas dan
tidak layak untuk menerimanya.
Suka mengecilkan arti
keberhasilan diri sendiri : senang
mengingat dan
bahkan membesar-besarkan
kesalahan yang dibuat, namun
mengecilkan
keberhasilan yang pernah diraih.
Satu kesalahan kecil, membuat
individu
langsung merasa menjadi orang
tidak berguna.
Memupuk Rasa Percaya Diri
Untuk menumbuhkan rasa
percaya diri yang proporsional
maka individu harus
memulainya dari dalam diri sendiri.
Hal ini sangat penting mengingat
bahwa
hanya individu yang
bersangkutan yang dapat
mengatasi rasa kurang percaya
diri yang sedang dialaminya.
Beberapa saran berikut mungkin
layak menjadi
pertimbangkan jika anda sedang
mengalami krisis kepercayaan
diri.
1. Evaluasi diri secara obyektif
Belajar menilai diri secara
obyektif dan jujur. Susunlah
daftar
�kekayaan� pribadi, seperti
prestasi yang pernah diraih,
sifat-sifat
positif, potensi diri baik yang
sudah diaktualisasikan maupun
yang belum,
keahlian yang dimiliki, serta
kesempatan atau pun sarana
yang mendukung
kemajuan diri. Sadari semua
asset-asset berharga Anda dan
temukan asset yang
belum dikembangkan. Pelajari
kendala yang selama ini
menghalangi
perkembangan diri Anda, seperti :
pola berpikir yang keliru, niat dan
motivasi yang lemah, kurangnya
disiplin diri, kurangnya ketekunan
dan
kesabaran, tergantung pada
bantuan orang lain, atau pun
sebab-sebab
eksternal lain. Hasil analisa dan
pemetaan terhadap SWOT
(Strengths,
Weaknesses, Obstacles and
Threats) diri, kemudian digunakan
untuk membuat
dan menerapkan strategi
pengembangan diri yang lebih
realistik.
2. Beri penghargaan yang jujur
terhadap diri
Sadari dan hargailah sekecil
apapun keberhasilan dan potensi
yang anda
miliki. Ingatlah bahwa semua itu
didapat melalui proses belajar,
berevolusi
dan transformasi diri sejak dahulu
hingga kini. Mengabaikan/
meremehkan satu
saja prestasi yang pernah diraih,
berarti mengabaikan atau
menghilangkan
satu jejak yang membantu Anda
menemukan jalan yang tepat
menuju masa depan.
Ketidakmampuan menghargai diri
sendiri, mendorong munculnya
keinginan yang
tidak realistik dan berlebihan;
contoh: ingin cepat kaya, ingin
cantik,
populer, mendapat jabatan
penting dengan segala cara. Jika
ditelaah lebih
lanjut semua
itu sebenarnya bersumber dari
rasa rendah diri yang kronis,
penolakan
terhadap diri sendiri,
ketidakmampuan menghargai diri
sendiri � hingga
berusaha mati-matian menutupi
keaslian diri.
3. Positive thinking
Cobalah memerangi setiap asumsi,
prasangka atau persepsi negatif
yang muncul
dalam benak Anda. Anda bisa
katakan pada diri sendiri, bahwa
nobody�s
perfect dan it�s okay if I made
a mistake. Jangan biarkan pikiran
negatif
berlarut-larut karena tanpa
sadar pikiran itu akan terus
berakar, bercabang
dan berdaun. Semakin besar dan
menyebar, makin sulit
dikendalikan dan
dipotong. Jangan biarkan pikiran
negatif menguasai pikiran dan
perasaan
Anda. Hati-hatilah agar masa
depan Anda tidak rusak karena
keputusan keliru
yang dihasilkan oleh pikiran keliru.
Jika pikiran itu muncul, cobalah
menuliskannya untuk kemudian di
re-view kembali secara logis dan
rasional. Pada umumnya, orang
lebih bisa
melihat bahwa pikiran itu
ternyata tidak benar.
4. Gunakan self-affirmation
Untuk memerangi negative
thinking, gunakan self-affirmation
yaitu berupa
kata-kata yang membangkitkan
rasa percaya diri.
Contohnya:
Saya pasti bisa !!
Saya adalah penentu dari hidup
saya sendiri. Tidak ada orang
yang boleh
menentukan hidup saya !
Saya bisa belajar dari kesalahan
ini. Kesalahan ini sungguh menjadi
pelajaran yang sangat berharga
karena membantu saya
memahami tantangan
Sayalah yang memegang kendali
hidup ini
Saya bangga pada diri sendiri
5. Berani mengambil resiko
Berdasarkan pemahaman diri
yang obyektif, Anda bisa
memprediksi resiko
setiap tantangan yang dihadapi.
Dengan demikian, Anda tidak
perlu
menghindari setiap resiko,
melainkan lebih menggunakan
strategi-strategi
untuk menghindari, mencegah
atau pun mengatasi resikonya.
Contohnya, Anda
tidak perlu menyenangkan orang
lain untuk menghindari resiko
ditolak. Jika
Anda ingin mengembangkan diri
sendiri (bukan diri seperti yang
diharapkan
orang lain), pasti ada resiko dan
tantangannya. Namun, lebih buruk
berdiam
diri dan tidak berbuat apa-apa
daripada maju bertumbuh dengan
mengambil
resiko. Ingat: No Risk, No Gain.
6. Belajar mensyukuri dan
menikmati rahmat Tuhan
Ada pepatah mengatakan yang
mengatakan orang yang paling
menderita hidupnya
adalah orang yang tidak bisa
bersyukur pada Tuhan atas apa
yang telah
diterimanya dalam hidup. Artinya,
individu tersebut tidak pernah
berusaha
melihat segala sesuatu dari kaca
mata positif. Bahkan kehidupan
yang
dijalaninya selama ini pun tidak
dilihat sebagai pemberian dari
Tuhan.
Akibatnya, ia tidak bisa
bersyukur atas semua berkat,
kekayaan, kelimpahan,
prestasi, pekerjaan, kemampuan,
keahlian, uang, keberhasilan,
kegagalan,
kesulitan serta berbagai
pengalaman hidupnya. Ia adalah
ibarat orang yang
selalu melihat matahari
tenggelam, tidak pernah melihat
matahari terbit.
Hidupnya dipenuhi dengan
keluhan, rasa marah, iri hati dan
dengki,
kecemburuan, kekecewaan,
kekesalan, kepahitan dan
keputusasaan. Dengan
�beban� seperti itu,
bagaimana individu itu bisa
menikmati hidup dan
melihat hal-hal baik yang terjadi
dalam hidupnya? Tidak heran jika
dirinya
dihinggapi rasa kurang percaya
diri yang kronis, karena selalu
membandingkan
dirinya dengan orang-orang yang
membuat �cemburu� hatinya.
Oleh sebab
itu,
belajarlah bersyukur atas apapun
yang Anda alami dan percayalah
bahwa Tuhan
pasti menginginkan yang terbaik
untuk hidup
Anda.
7. Menetapkan tujuan yang
realistik
Anda perlu mengevaluasi tujuan-
tujuan yang Anda tetapkan
selama ini, dalam
arti apakah tujuan tersebut
sudah realistik atau tidak. Dengan
menerapkan
tujuan yang lebih realistik, maka
akan memudahkan anda dalam
mencapai tujuan
tersebut. Dengan demikian anda
akan menjadi lebih percaya diri
dalam
mengambil langkah, tindakan dan
keputusan dalam mencapai masa
depan, sambil
mencegah terjadinya resiko yang
tidak diinginkan.
Mungkin masih ada beberapa cara
lain yang efektif untuk
menumbuhkan rasa
percaya diri. Jika anda dapat
melakukan beberapa hal serpti
yang disarankan
di atas, niscaya anada akan
terbebas dari krisis kepercayaan
diri. Namun
demikian satu hal perlu diingat
baik-baik adalah jangan sampai
anda
mengalami over confidence atau
rasa percaya diri yang
berlebih-lebihan/overdosis. Rasa
percaya diri yang overdosis
bukanlah
menggambar kondisi kejiwaan
yang sehat karena hal tersebut
merupakan rasa
percaya diri yang bersifat semu.
Rasa percaya diri yang berlebihan
pada umumnya tidak bersumber
dari potensi
diri yang ada, namun lebih
didasari oleh tekanan-tekanan
yang mungkin datang
dari orangtua dan masyarakat
(sosial), hingga tanpa sadar
melandasi motivasi
individu untuk �harus�
menjadi orang sukses. Selain itu,
persepsi yang
keliru pun dapat menimbulkan
asumsi yang keliru tentang diri
sendiri hingga
rasa percaya diri yang begitu
besar tidak dilandasi oleh
kemampuan yang
nyata. Hal ini pun bisa didapat
dari lingkungan di mana individu di
besarkan, dari teman-teman
(peer group) atau dari dirinya
sendiri (konsep
diri yang tidak sehat).
Contohnya, seorang anak yang
sejak lahir ditanamkan oleh
orangtua, bahwa
dirinya adalah spesial, istimewa,
pandai, pasti akan menjadi orang
sukses,
dsb � namun dalam perjalanan
waktu anak itu sendiri tidak
pernah punya
track record of success yang riil
dan original (atas dasar usahanya
sendiri). Akibatnya, anak tersebut
tumbuh menjadi seorang
manipulator dan
dan otoriter � memperalat,
menguasai dan mengendalikan
orang lain untuk
mendapatkan apa yang dia
inginkan. Rasa percaya diri pada
individu seperti
itu tidaklah didasarkan oleh real
competence, tapi lebih pada
faktor-faktor
pendukung eksternal, seperti
kekayaan, jabatan, koneksi,
relasi, back up power keluarga,
nama besar
orangtua, dsb. Jadi, jika semua
atribut itu ditanggalkan, maka
sang individu
tersebut bukan siapa-siapa. (jp)
Sumber :
www.napasbidadari.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar